Senin, 08 Juli 2013

Pembuatan Awetan Kutu Tikus

Pembuatan Awetan Kutu Tikus

A.    Judul Laporan                                  : Pembuatan Awetan Kuku Tikus
B.     Tanggal Praktikum                           : 19 Juni 2013
C.    Tempat Praktikum                           : Laboratorium Kesehatan Lingkungan Surabaya
D.    Tujuan                                               : Mahasiswa mengetahui dan mengamati jenis jenis
  kutu pada tikus, setelah itu membuat awetan .
E.     Dasar Teori
Seringkali terdapat kerancuan dalam masyarakat untuk menyebut binatang yang kecil, mengganggu manusia dan hewan peliharaan dengan satu sebutan tunggal yaitu kutu. Padahal terdapat kemungkinan bahwa binatang pengganggu tersebut dari kelompok yang berbeda. Kelompok hewan yang sering menimbulkan kerancuan dalam penyebutan adalah tungau (mite), caplak (tick), kutu (lice) dan pinjal (flea). Disini akan dibahas mengenai keempat binatang tersebut sehingga dapat memahami dan membedakannya.

Klasifikasi

Tungau, caplak, kutu dan pinjal tergabung dalam satu filum yang sama yaitu Arthropoda. Tungau dan caplak berada dibawah satu kelas (Arachnida) dan anak kelas yang sama yaitu Acari, namun keduanya tergolong dalam suku yang berbeda.  Caplak termasuk dalam golongan suku Ixodidae dan Argasidae sedangkan suku yang lain disebut tungau saja (Krantz, 1978). 

Menurut Borror dkk. (1996) kutu dan pinjal termasuk dalam kelas Insekta (serangga) namun berbeda bangsa. Kutu seringkali dibagi menjadi dua bangsa yang terpisah yaitu Mallophaga (kutu penggigit) dan Anoplura (kutu penghisap). Kutu penghisap sering pula disebut “tuma” oleh masyarakat Indonesia. Ahli entomologi dari Inggris, Jerman dan Australia hanya mengenali satu bangsa tunggal yaitu Phthiráptera, dengan empat anak bangsa (salah satunya Anoplura).

Pinjal termasuk dalam bangsa Siphonaptera. Beberapa suku yang terdapat di Indonesia antara lain Pulicidae, Ischnopsyllidae, Hystrichopsyllidae, Pygiopsyllidae, Ceratophyllidae dan Leptosyllidae. Pinjal tikus dan kucing yang umum ditemukan termasuk dalam Pulicidae.

Morfologi

Sama seperti anggota arachnida lainnya (laba-laba, kalajengking dll.), tubuh tungau dan caplak terbagi menjadi dua bagian, yaitu: bagian depan disebut cephalothorax (prosoma) dan bagian belakang tubuh disebut abdomen (ophistosoma).Meskipun demikian, tidak terdapat batas yang jelas diantara dua bagian tubuh tersebut. Tungau dan caplak dewasa mempunyai alat-alat tubuh pada arachnida seperti khelisera dan palpus (alat sensori) yang terdapat di bagian , dan enathosoma/capitulum, dan empat pasang kaki (Kendall, 2008).

Sebagian besar tungau berukuran sangat kecil, memiliki panjang kurang dari 1 mm. Namun ada pula tungau besar yang dapat mencapai panjang 7.000 µm. Pada gnathosoma tungau terdapat epistoma, tritosternum (berfungsi dalam transport cairan tubuh), palpus yang beruas- ruas, khelisera, corniculi, hipostoma berseta yang  masing-masing sangat beragam dalam hal bentuk dan jumlah ruasnya tergantung pada kelompoknya.

Khelisera pada tungau teradaptasi untuk menusuk, menghisap atau mengunyah. Tubuh dilindungi oleh dorsal shield/scutum. Tungau memiliki stigma (alat pertukaran O2 dan CO2) yang letaknya bervariasi yaitu di punggung dorsal, antara pangkal kaki/ coxa 2 dan 3, di sebelah coxa ke tiga atau diantara khelisera.

Letak stigma menjadi kunci penting untuk membedakan bangsa tungau. Caplak memiliki ukuran lebih besar dari pada tungau. Panjang tubuh dapat mencapai 2.000-30.000 µm. Selain ukurannya, caplak dibedakan dari tungau berdasarkan letak stigma yang berada di bawah coxa (pangkal kaki) ke empat. Caplak juga memiliki karakter-karakter khas tersendiri pada hipostoma memiliki ocelli/mata, tetapi tidak memiliki epistoma, corniculi dan tritosternum. Caplak dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu caplak berkulit keras/ hard tick (Ixodidae) dan caplak berkulit lunak/soft tick (Argasidae) karena tidak memiliki scutum (Krantz, 1978; Evans, 1992).
Hipostoma pada caplak merupakan suatu struktur yang terdiri dari gigi- gigi yang tersusun teratur dan menonjol. Struktur inilah yang digunakan untuk menusuk tubuh induk semang ketika caplak menghisap darah. Hipostoma dilindumgi oleh khelisera (Vredevoe, 1997).  Kutu termasuk anggota kelompok serangga yang mempunyai tiga pasang kaki dan sayap yang mereduksi. Dua kelompok kutu yaitu kutu penghisap/ tuma dan kutu penggigit memiliki ciri-ciri morfologiyang berbeda

Ukuran tubuh kutu penghisap mencapai 0,4-6,5 mm; kepala kutu penghisap biasanya lebih sempit daripada protoraksnya; sungut beruas-ruas; mata mereduksi dan bagian-bagian mulut haustellat. Tuma memiliki tiga stilet penusuk (dorsal, tengah dan ventral) pada bagian mulutnya dan satu rostrum pendek pada ujung anterior kepala.

Dari tempat itu tiga stilet penusuk dijulurkan. Stilet tersebut kira-kira panjangnya sama dengan kepala dan apabila tidak dipakai dapat ditarik masuk ke dalam satu struktur seperti kantung panjang di bawah saluran pencernaan.

Stilet dorsal berfungsi sebagai saluran makanan. Stilet tengah mengandung air liur dan berfungsi sebagai hipofaring, sedangkan stilet ventral sebagai penusuk utama diperkirakan berfungsi sebagai labium. Kaki-kaki kutu penghisap pendek dan memiliki cakar pengait yang termodifikasi untuk melekat pada induk semang. Kutu penggigit bertubuh pipih; berukuran tubuh 2-6 mm; bagian mulut mandibulat; mata majemuk mereduksi; lebar kepala sama atau lebih dengan protoraksnya; tarsi beruas 2-5 dan tidak memiliki cerci (Borror dkk., 1996; Elzinga, 1978).

Pinjal berbentuk tubuh menyerupai biji lamtoro pipih kesamping; berukuran + 3 mm; seluruh tubuh tertutup bulu-bulu; mulut berupa mulut penusuk dan penghisap. Kaki ke tiga dari pinjal berukuran lebih besar dan lebih panjang daripada dua pasang kaki lainnya sehingga memungkinkannya untuk melompat. Lompatannya sangat jauh dan tinggi dibandingkan ukuran tubuhnya (Kadarsan dkk., 1983).


Habitat

Tungau terdapat pada hampir semua habitat. Beberapa tungau tidak membahayakan, hidup pada bahan organik yang mati atau membusuk atau sebagai predator invertebrata kecil lainnya. Sebagian lagi bersifat membahayakan karena hidup sebagai parasit pada tumbuhan, hewan dan bahkan pada manusia.

Caplak adalah ektoparasit penghisap darah pada hewan vertebrata. Contoh caplak berkulit keras di Indonesia adalah caplak sapi (Boophilus microplus), caplak anjing (Rhipicephalus sanguineus), caplak babi (Dermacentor auratus). Contoh tungau ektoparasit antara lain gurem atau sieur (Dermanyssus gallinae) yang menyerang ayam, tungau kudis manusia (Sarcoptes scabiei) tungau ajing (Demodex canis) dll. Selain itu adapula yang bersifat endoparasit, misalnya tungau dari suku Rhinonyssidae yang ditemukan pada saluran pernafasan burung (Krantz, 1978 & Kadarsan, 1983).

Kutu merupakan serangga ektoparasit yang dapat ditemukan pada burung, mamalia dan bahkan manusia. Kutu seringkali ditemukan hanya pada bagian tubuh tertentu induk semangnya. Tuma memakan cairan tubuh termasuk darah.induk semang Contoh tuma antara lain tuma kepala (Pediculus humanus capitis) (dan tuma kerbau (Haematopinus tuberculatus).

Kutu penggigit pada umumnya memakan bulu dan serpihan kulit induk semang. Kutu ini biasanya berkumpul di bagian dada, paha dan sayap unggas. Contoh kutu penggigit adalah Menopon gallinae (Harvey & Yen, 1989; Kadarsan dkk., 1983).

Pinjal ditemukan dekat dengan induk semangnya, baik di rambut, bulu-bulu atau di sarangnya. Pinjal dewasa menghisap darah induk semang. Contoh pinjal adalah pinjal kucing (Ctenophalides felis) dan pinjal tikus (Xenopsylla cheopis) 




F.     Alat dan Bahan

-          Sisir rambut
-          Hand scoon
-          Masker
-          Obyek glass
-          Cover glass
-          Mikroskop
-          Clorofom
-          Alkohol 10%, 20%, 30 % 50% 70% 96%
-          Entelan / canada balsam

G.    Cara Kerja :
1.             Masukkan tikus kedalam tempat yang tertutup lalu masukkan kapas clorofom kedalamnya. Tutup rapat hingga tidak ada udara yang masuk.
2.             Jika tikus sudah terbius sempurna, pegang bagian ekornya angkat diatas baskomair lalu sisir bagian punggung dan dada.
3.             Amati hasil dari sisiran
4.             Jika ada yang jatuh maka letakkan kedalam alkohol 10%, 5 menit kemudian pindah ke alkohol 20 %, lakukan hal yang sama di alcohol 30 %, 50 %, 70 % dan 96 %
5.             Kemudian letakkan kutu pada obyek glass.
6.             Hilangkan sisa cairan dengan tisu atau kapas dan tunggu kering
7.             Liat di mikroskop apakah posisi kutu sudah tepat
8.             jika sudah tepat, teteskan 1 tetes entelan atau canada balsam
9.             Tutup dengan cover glass.
10.         Biarkan meluber sampai entelan merata.
11.         Biarkan terbuka selama 5 menit.
12.         Periksa dibawah mikroskop


H.    Hasil Pengamatan

·         Jenis tikus : Rattus norvegicus
·         Hasil : Caplak

I.       Kesimpulan
Tikus yang diamati adalah jenis tikus tanah (rattus norvegicus ). Dari praktikum yang telah dilakukan, ditemukan jeni kutu caplak ( tick ) yang merupakan ektoparasit penghisap darah pada hewan vertebrata.
Daftar Pustaka


Pembuatan Awetan Kutu Tikus

Pembuatan Awetan Kutu Tikus

A.    Judul Laporan                                  : Pembuatan Awetan Kuku Tikus
B.     Tanggal Praktikum                           : 19 Juni 2013
C.    Tempat Praktikum                           : Laboratorium Kesehatan Lingkungan Surabaya
D.    Tujuan                                               : Mahasiswa mengetahui dan mengamati jenis jenis
  kutu pada tikus, setelah itu membuat awetan .
E.     Dasar Teori
Seringkali terdapat kerancuan dalam masyarakat untuk menyebut binatang yang kecil, mengganggu manusia dan hewan peliharaan dengan satu sebutan tunggal yaitu kutu. Padahal terdapat kemungkinan bahwa binatang pengganggu tersebut dari kelompok yang berbeda. Kelompok hewan yang sering menimbulkan kerancuan dalam penyebutan adalah tungau (mite), caplak (tick), kutu (lice) dan pinjal (flea). Disini akan dibahas mengenai keempat binatang tersebut sehingga dapat memahami dan membedakannya.

Klasifikasi

Tungau, caplak, kutu dan pinjal tergabung dalam satu filum yang sama yaitu Arthropoda. Tungau dan caplak berada dibawah satu kelas (Arachnida) dan anak kelas yang sama yaitu Acari, namun keduanya tergolong dalam suku yang berbeda.  Caplak termasuk dalam golongan suku Ixodidae dan Argasidae sedangkan suku yang lain disebut tungau saja (Krantz, 1978). 

Menurut Borror dkk. (1996) kutu dan pinjal termasuk dalam kelas Insekta (serangga) namun berbeda bangsa. Kutu seringkali dibagi menjadi dua bangsa yang terpisah yaitu Mallophaga (kutu penggigit) dan Anoplura (kutu penghisap). Kutu penghisap sering pula disebut “tuma” oleh masyarakat Indonesia. Ahli entomologi dari Inggris, Jerman dan Australia hanya mengenali satu bangsa tunggal yaitu Phthiráptera, dengan empat anak bangsa (salah satunya Anoplura).

Pinjal termasuk dalam bangsa Siphonaptera. Beberapa suku yang terdapat di Indonesia antara lain Pulicidae, Ischnopsyllidae, Hystrichopsyllidae, Pygiopsyllidae, Ceratophyllidae dan Leptosyllidae. Pinjal tikus dan kucing yang umum ditemukan termasuk dalam Pulicidae.

Morfologi

Sama seperti anggota arachnida lainnya (laba-laba, kalajengking dll.), tubuh tungau dan caplak terbagi menjadi dua bagian, yaitu: bagian depan disebut cephalothorax (prosoma) dan bagian belakang tubuh disebut abdomen (ophistosoma).Meskipun demikian, tidak terdapat batas yang jelas diantara dua bagian tubuh tersebut. Tungau dan caplak dewasa mempunyai alat-alat tubuh pada arachnida seperti khelisera dan palpus (alat sensori) yang terdapat di bagian , dan enathosoma/capitulum, dan empat pasang kaki (Kendall, 2008).

Sebagian besar tungau berukuran sangat kecil, memiliki panjang kurang dari 1 mm. Namun ada pula tungau besar yang dapat mencapai panjang 7.000 µm. Pada gnathosoma tungau terdapat epistoma, tritosternum (berfungsi dalam transport cairan tubuh), palpus yang beruas- ruas, khelisera, corniculi, hipostoma berseta yang  masing-masing sangat beragam dalam hal bentuk dan jumlah ruasnya tergantung pada kelompoknya.

Khelisera pada tungau teradaptasi untuk menusuk, menghisap atau mengunyah. Tubuh dilindungi oleh dorsal shield/scutum. Tungau memiliki stigma (alat pertukaran O2 dan CO2) yang letaknya bervariasi yaitu di punggung dorsal, antara pangkal kaki/ coxa 2 dan 3, di sebelah coxa ke tiga atau diantara khelisera.

Letak stigma menjadi kunci penting untuk membedakan bangsa tungau. Caplak memiliki ukuran lebih besar dari pada tungau. Panjang tubuh dapat mencapai 2.000-30.000 µm. Selain ukurannya, caplak dibedakan dari tungau berdasarkan letak stigma yang berada di bawah coxa (pangkal kaki) ke empat. Caplak juga memiliki karakter-karakter khas tersendiri pada hipostoma memiliki ocelli/mata, tetapi tidak memiliki epistoma, corniculi dan tritosternum. Caplak dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu caplak berkulit keras/ hard tick (Ixodidae) dan caplak berkulit lunak/soft tick (Argasidae) karena tidak memiliki scutum (Krantz, 1978; Evans, 1992).
Hipostoma pada caplak merupakan suatu struktur yang terdiri dari gigi- gigi yang tersusun teratur dan menonjol. Struktur inilah yang digunakan untuk menusuk tubuh induk semang ketika caplak menghisap darah. Hipostoma dilindumgi oleh khelisera (Vredevoe, 1997).  Kutu termasuk anggota kelompok serangga yang mempunyai tiga pasang kaki dan sayap yang mereduksi. Dua kelompok kutu yaitu kutu penghisap/ tuma dan kutu penggigit memiliki ciri-ciri morfologiyang berbeda

Ukuran tubuh kutu penghisap mencapai 0,4-6,5 mm; kepala kutu penghisap biasanya lebih sempit daripada protoraksnya; sungut beruas-ruas; mata mereduksi dan bagian-bagian mulut haustellat. Tuma memiliki tiga stilet penusuk (dorsal, tengah dan ventral) pada bagian mulutnya dan satu rostrum pendek pada ujung anterior kepala.

Dari tempat itu tiga stilet penusuk dijulurkan. Stilet tersebut kira-kira panjangnya sama dengan kepala dan apabila tidak dipakai dapat ditarik masuk ke dalam satu struktur seperti kantung panjang di bawah saluran pencernaan.

Stilet dorsal berfungsi sebagai saluran makanan. Stilet tengah mengandung air liur dan berfungsi sebagai hipofaring, sedangkan stilet ventral sebagai penusuk utama diperkirakan berfungsi sebagai labium. Kaki-kaki kutu penghisap pendek dan memiliki cakar pengait yang termodifikasi untuk melekat pada induk semang. Kutu penggigit bertubuh pipih; berukuran tubuh 2-6 mm; bagian mulut mandibulat; mata majemuk mereduksi; lebar kepala sama atau lebih dengan protoraksnya; tarsi beruas 2-5 dan tidak memiliki cerci (Borror dkk., 1996; Elzinga, 1978).

Pinjal berbentuk tubuh menyerupai biji lamtoro pipih kesamping; berukuran + 3 mm; seluruh tubuh tertutup bulu-bulu; mulut berupa mulut penusuk dan penghisap. Kaki ke tiga dari pinjal berukuran lebih besar dan lebih panjang daripada dua pasang kaki lainnya sehingga memungkinkannya untuk melompat. Lompatannya sangat jauh dan tinggi dibandingkan ukuran tubuhnya (Kadarsan dkk., 1983).


Habitat

Tungau terdapat pada hampir semua habitat. Beberapa tungau tidak membahayakan, hidup pada bahan organik yang mati atau membusuk atau sebagai predator invertebrata kecil lainnya. Sebagian lagi bersifat membahayakan karena hidup sebagai parasit pada tumbuhan, hewan dan bahkan pada manusia.

Caplak adalah ektoparasit penghisap darah pada hewan vertebrata. Contoh caplak berkulit keras di Indonesia adalah caplak sapi (Boophilus microplus), caplak anjing (Rhipicephalus sanguineus), caplak babi (Dermacentor auratus). Contoh tungau ektoparasit antara lain gurem atau sieur (Dermanyssus gallinae) yang menyerang ayam, tungau kudis manusia (Sarcoptes scabiei) tungau ajing (Demodex canis) dll. Selain itu adapula yang bersifat endoparasit, misalnya tungau dari suku Rhinonyssidae yang ditemukan pada saluran pernafasan burung (Krantz, 1978 & Kadarsan, 1983).

Kutu merupakan serangga ektoparasit yang dapat ditemukan pada burung, mamalia dan bahkan manusia. Kutu seringkali ditemukan hanya pada bagian tubuh tertentu induk semangnya. Tuma memakan cairan tubuh termasuk darah.induk semang Contoh tuma antara lain tuma kepala (Pediculus humanus capitis) (dan tuma kerbau (Haematopinus tuberculatus).

Kutu penggigit pada umumnya memakan bulu dan serpihan kulit induk semang. Kutu ini biasanya berkumpul di bagian dada, paha dan sayap unggas. Contoh kutu penggigit adalah Menopon gallinae (Harvey & Yen, 1989; Kadarsan dkk., 1983).

Pinjal ditemukan dekat dengan induk semangnya, baik di rambut, bulu-bulu atau di sarangnya. Pinjal dewasa menghisap darah induk semang. Contoh pinjal adalah pinjal kucing (Ctenophalides felis) dan pinjal tikus (Xenopsylla cheopis) 




F.     Alat dan Bahan

-          Sisir rambut
-          Hand scoon
-          Masker
-          Obyek glass
-          Cover glass
-          Mikroskop
-          Clorofom
-          Alkohol 10%, 20%, 30 % 50% 70% 96%
-          Entelan / canada balsam

G.    Cara Kerja :
1.             Masukkan tikus kedalam tempat yang tertutup lalu masukkan kapas clorofom kedalamnya. Tutup rapat hingga tidak ada udara yang masuk.
2.             Jika tikus sudah terbius sempurna, pegang bagian ekornya angkat diatas baskomair lalu sisir bagian punggung dan dada.
3.             Amati hasil dari sisiran
4.             Jika ada yang jatuh maka letakkan kedalam alkohol 10%, 5 menit kemudian pindah ke alkohol 20 %, lakukan hal yang sama di alcohol 30 %, 50 %, 70 % dan 96 %
5.             Kemudian letakkan kutu pada obyek glass.
6.             Hilangkan sisa cairan dengan tisu atau kapas dan tunggu kering
7.             Liat di mikroskop apakah posisi kutu sudah tepat
8.             jika sudah tepat, teteskan 1 tetes entelan atau canada balsam
9.             Tutup dengan cover glass.
10.         Biarkan meluber sampai entelan merata.
11.         Biarkan terbuka selama 5 menit.
12.         Periksa dibawah mikroskop


H.    Hasil Pengamatan

·         Jenis tikus : Rattus norvegicus
·         Hasil : Caplak

I.       Kesimpulan
Tikus yang diamati adalah jenis tikus tanah (rattus norvegicus ). Dari praktikum yang telah dilakukan, ditemukan jeni kutu caplak ( tick ) yang merupakan ektoparasit penghisap darah pada hewan vertebrata.
Daftar Pustaka


Selasa, 02 Juli 2013

Pemeriksaan Parasit Faeses Pada Manusia


A.    Judul Laporan          : Pemeriksaan Parasit Pada Faeses Manusia
B.     Tanggal Praktikum   : 10 April 2013
C.    Tempat Praktikum   : Laboratorium Kesehatan Lingkungan Surabaya
D.    Tujuan                       : Mahasiswa mampu untuk melakukan pemeriksaan feses manusia
  untuk mengindentifikasi secara makroskopik dan mikroskopik
E.     Dasar Teori
Kecacingan
            Kecacingan, atau cacingan dalam istilah sehari-hari, adalah kumpulan gejala gangguan kesehatan akibat adanya cacing parasit di dalam tubuh. (Wikipedia)
            Sedangakan menurut Yolianingsih cacingan itu sendiri adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh parasit, dan parasit merupakan mahluk yang sangat kecil yang menyerang tubuh tempat melekatkan dirinya dan mengambil nutrisi dan menyebabkan gangguan kesehatan.
            Cacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh jenis cacing-cacing khusus yang ditularkan melalui tanah dan sarana penularan lainnya. Tempat bersarang cacing-cacing ini di dalam tubuh manusia pun berbeda, ada yang bersarang di usus halus seperti cacing gelang dan cacing tambang. Ada juga yang bermukim di usus besar seperti cacing cambuk.
Cacingan merupakan penyakit khas daerah tropis dan sub-tropis, dan biasanya meningkat ketika musim hujan. Pada saat tersebut, sungai dan kakus meluap, dan larva (masa hidup setelah telur) cacing menyebar ke berbagai tempat yang sangat mungkin dapat bersentuhan dan masuk ke dalam tubuh manusia. Larva cacing yang masuk ke dalam tubuh perlu waktu 1-3 minggu untuk berkembang. Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan. (Galuh Fatwa, AMAK)

Cacingan merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan infestasi cacing pada manusia. Beberapa jenis cacing yang sering ditemukan dalam kasus cacingan di Indonesia adalah cacing tambang, cacing kremi, cacing gelang, dan cacing cambuk. Gejala yang ditimbulkan jenis cacing itu berbeda, namun secara umum yang tampak adalah:
- Lemas, lesu, pucat.
- Nafsu makan turun.
- Bagian tangan dan kaki tampak kurus, namun perut terlihat membuncit.
- Sakit perut, diare.
- Mual, muntah, dan kembung.
- Pada kondisi yang berat, dapat menyebabkan kekurangan darah dan gizi yang berat sehingga anak gagal tumbuh (terutama pada infestasi cacing tambang dan cacing gelang).
- Gatal di daerah dubur yang sangat, terutama pada malam hari (pada infestasi cacing kremi).
Anak di atas 6 bulan dapat diberikan obat cacing jika memang diperlukan, dengan pemantauan yang ketat, dan mempertimbangkan baik buruknya terhadap kondisi anak (keuntungan dibanding efek samping). Obat yang direkomendasikan untuk anak batita, di antaranya obat berbahan aktif piperazin sitrat maupun yang sejenis, pirantel pamoat, dan albendazol (untuk anak diatas usia 2 tahun). (konsultasisyariah)

Cacing Penyebab Cacingan

            Penyakit infeksi cacing dapat di sebabkan oleh beberapa jenis cacing, dintaranya adalah  Ascaris lumbricoides yang menyebabkan askariasis. Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit. Inang dari Askariasis adalah manusia. Di manusia, larva Ascaris akan berkembang menjadi dewasa dan menagdakan kopulasi serta akhirnya bertelur.

Enterobius vermicucularis yang menyebabkan enterobiasis. Enterobiasis merupakan suatu infeksi cacing yang disebabkan oleh cacing Oxyuris vermicularis ( Enterobius vermicularis ,seatworm atau pinworm) atau yang biasa disebut cacing kremi. Manusia adalah satu-satunya hospes Oxyuris vermicularis  cacing ini umumnya menyerang anak-anak yang kebersihan diri dan lingkungannya  kurang di perhatikan.penyakit ini lebih sering di temukan di daerah dingin dari pada di daerah panas. Hal ini mungkin terjadi karena pada umumnya orang di daerah dingin jarang mandi dan mengganti baju dalam.

Pencegahan
-          Hati-hati bila makan makanan mentah atau setengah matang terutama  pada tempat-tempat dimana sanitasi masih kurang
-          Masak bahan makanan sampai matang
-          Infeksi cacing tambang bisa dihindari dengan selalu mengenakan alas kaki.
-          Gunakan desinfektan setiap hari di tempat mandi dan tempat buang air besar.
-          Cucilah tangan dengan sabun hingga bersih sebelum makan.
-          Kuku harus selalu bersih dan terawat dengan cara memotongnya.
-          Menggigit kuku atau menggaruk bagian tempat keluarnya feses harus selalu dihindari.
-          Mandilah pagi hari.
-          Bukakanlah jendela kamar, biarkan cahaya matahari masuk karena telur cacing sangatlah sensitif terhadap sinar matahari.
-          Untuk makanan yang akan dikonsumsi haruslah sehat dan bersih. Biasakan mengkonsumsi makanan yang telah dimasak dengan sempurna.

Pengertian Faeces
Feses merupakan Sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita makan, dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna. Dalam keadaan normal dua pertiga tinja terdiri dari air dan sisa makanan, zat hasil sekresi saluran pencernaan, epitel usus, bakteri apatogen, asam lemak, urobilin, debris, celulosa gas indol, skatol,sterkobilinogen dan  bahan patologis. Normal : 100 – 200 gram / hari. Frekuensi defekasi : 3x / hari – 3x / minggu. Pada keadaan patologik seperti diare didapatkan peningkatan sisa makanan dalam tinja, karena makanan melewati saluran pencernaan dengan cepat dan tidak dapat diabsorpsi secara sempurna.
Pemeriksaan
- Adanya diare dan konstipasi
- Adanya darah dalam tinja
- Adanya lendir dalam tinja
- Adanya ikterus
- Adanya gangguan pencernaan
- Kecurigaan penyakit gastrointestinal
Syarat Pengumpulan Feces :
-          Tempat harus bersih, kedap, bebas dari urine, diperiksa 30 – 40 menit sejak dikeluarkan. Bila pemeriksaan ditunda simpan pada almari es.
-          Pasien dilarang menelan Barium, Bismuth, dan Minyak dalam 5 hari sebelum pemeriksaan.
-          Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan.
-          Paling baik dari defekasi spontan atau

Alur  pemeriksaan
Pengumpulan bahan Pemeriksaan, Pengiriman dan Pengawetan bahan tinja, Pemeriksaan tinja, serta Pelaporan hasil pemeriksaan.
Jika akan memeriksa tinja, pilihlah selalu sebagian dari tinja itu yang memberi kemungkinan sebesar-besarnya untuk menemui kelainan umpamanya bagian yang tercampur darah atau lendir dan sebagainya. Oleh Karen unsure-unsur patologik biasanya tidak terdapat merata, maka hasil pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dinilai derajat kepositifannya dengan tepat, cukup diberi tanda – (negative), +, ++ atau +++ saja.
Pemeriksaan feces lengkap merupakan pemeriksaan feces yang terdiri atas : 
– Pemeriksaan makroskopik (dapat dilihat dengan mata telanjang: konsistensi, warna, darah, lendir). Adanya darah dan lendir menandakan infeksi yang harus segera diobati, yaitu infeksi karena amuba atau bakteri shigella.
– Pemeriksaan mikroskopik (hanya dapat dilihat melalui mikroskop: leukosit, eritrosit, epitel, amilum, telur cacing dan amuba). Adanya amuba menandakan adanya infeksi saluran cerna terhadap amuba tersebut, dan adanya telur cacing menandakan harus diobatinya pasien dari
infeksi parasit tersebut.

-  Pemeriksaan kimia : untuk mengetahui adanya  Darah Samar, Urobilin, Urobilinogen, Bilirubin dalam feses / tinja
F.     Alat dan Bahan

-          Alat
1.      Lidi                                                    
2.      Cover glass                                                                 
3.      Object glass                                                                                                                
4.      Pipet                                                               
5.      Mikroskop                                          

-          Bahan
1.      Fases manusia
Dari :
Nama                     : Akbar ( L )
Umur                     : 2th
Alamat                  : Jl. Keputih Tegal gang 5
Kebiasaan              : Tidak memakai celana, sandal yang digunakan kotor, tubuh ada bintil-
   bintil
Lingkungan           : di kawasan TPA, pekerjaan orang tua pemulung, hewan peliharaan
    berkeliaran bebas, banyak sampah berserakan, lingkungan becek
2.      Lugol
3.      Eosin

G.    Langkah Kerja
-          Homogenkan feses dengan lidi
-          Tuangkan 1 tetes lugol dan eosin ke object glass yang berbeda agar telur dapat mudah dilihat
-          Feses yang telah dihomogenkan di letakkan di object glass dengan lidi
-          Ratakan dengan lidi
-          Tutup dengan cover glass
-          Periksa di mikroskop pada perbesaran 10x – 40x
H.    Hasil Pengamatan
-          Secara Makroskopik : 
Bau                  = Menyengat
Warna              = Hijau Tua
Konsistensi      = Lembek
Lendir             = Tidak Ada
Darah              = Tidak Ada

-          Secara Mikroskopik:
SM      = ada
B         = tidak ada
L          = tidak ada
E          = tidak ada
P          = tidak ada

I.       Kesimpulan :

-          Pada pemeriksaan, tidak ditemukan telur cacing pada feses. Jadi hasil dari praktikum feses adalah ( - )
-          Pemeriksaan parasit pada feses dengan 3 pemeriksaan, yaitu sbb,
a.       Makro : Bau, warna, konsistensi, lender, dan darah
b.      Mikro: leokosit, eritrosit, dan parasit
c.       Pemeriksaan kimia
-          Cacingan mudah menyerang pada anak anak
-          Hidup bersih adalah salah satu usaha agar terhindar dari penyakit cacingan





















Daftar Pustaka

Budi, siska. 2012. Pemeriksaan Feses http://siska-theanalyst.blogspot.com/2012/05/pemeriksaan-feses.html diakses 12 April 2013